ETIKA DALAM KANTOR AKUNTAN PUBLIK
1.
Etika Bisnis Akuntan Publik
Dalam menjalankan
profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik profesi
dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia yang merupakan tatanan etika dan
prinsip moral yang memberikan pedoman kepada akuntan untuk berhubungan dengan
klien, sesama anggota profesi dan juga dengan masyarakat. Selain itu dengan
kode etik akuntan juga merupakan alat atau sarana untuk klien, pemakai laporan
keuangan atau masyarakat pada umumnya, tentang kualitas atau mutu jasa yang
diberikannya karena melalui serangkaian pertimbangan etika sebagaimana yang
diatur dalam kode etik profesi. Kasus enron, xerok, merck, vivendi universal
dan bebarapa kasus serupa lainnya telah membuktikan bahwa etika
sangat diperlukan dalam bisnis. Tanpa etika di dalam bisnis, maka perdaganan
tidak akan berfungsi dengan baik. Kita harus mengakui bahwa akuntansi adalah
bisnis, dan tanggung jawab utama dari bisnis adalah memaksimalkan keuntungan
atau nilai shareholder. Tetapi kalau hal ini dilakukan tanpa memperhatikan
etika, maka hasilnya sangat merugikan.
Baru-baru ini salah satu
badan yang memiliki fungsi untuk menyusun dan mengembangkan standar profesi dan
kode etik profesi akuntan publik yang berkualitas dengan mengacu pada standar
internasional, yaitu Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) telah
mengembangkan dan menetapkan suatu standar profesi dan kode etik profesi yang
berkualitas yang berlaku bagi profesi akuntan publik di Indonesia. Prinsip
etika akuntan atau kode etik akuntan itu sendiri meliputi delapan butir
pernyataan (IAI, 1998, dalam Ludigdo, 2007). Ke-8 butir pernyataan tersebut
merupakan hal-hal yang seharusnya dimiliki oleh seorang akuntan. 8 Butir
tersebut terdeskripsikan sebagai berikut :
1. Tanggung
Jawab Profesi (Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap
anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam
semuakegiatan yang dilakukannya. Sebagai profesional, anggota mempunyai peran
penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peran tersebut, anggota mempunyai
tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus
selalu bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk
mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan
menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha
kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi
profesi)
2. Kepentingan
Publik (Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka
pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan
komitmen atas profesionalisme. Satu ciri utama dari suatu profesi adalah
penerimaan tanggung jawab kepada publik. Profesi akuntan memegang peran yang
penting di masyarakat, dimana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari
klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia
bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan
integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib.
Ketergantungan ini menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan
publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan
institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini
menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya
mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara. Kepentingan utama
profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa
akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi sesuai dengan persyaratan
etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut. Dan semua
anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan
yang diberikan publik kepadanya, anggota harus secara terus menerus menunjukkan
dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi)
3. Integritas
(Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus
memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan
profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik
dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji keputusan yang
diambilnya. Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain,
bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima
jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan
pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan
pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip)
4. Objektivitas
(Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan
kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Obyektivitasnya adalah
suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip
obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara
intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan
kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain. Anggota bekerja dalam berbagai
kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai
situasi. Anggota dalam praktek publik memberikan jasa atestasi, perpajakan,
serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan
sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam
kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan, dan pemerintah.
Mereka juga mendidik dan melatih orang orang yang ingin masuk kedalam profesi.
Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya
dan memelihara obyektivitas)
5. Kompetensi dan
Kehati-hatian Profesional (Setiap anggota harus melaksanakan jasa
profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai
kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan profesional pada
tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh
manfaat dari jasa profesional dan teknik yang paling mutakhir. Hal ini
mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa
profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan
pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung jawab profesi kepada publik.
Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota seharusnya
tidak menggambarkan dirinya memiliki keahlian atau pengalaman yang tidak mereka
miliki. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu
tingkat pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk
memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal penugasan
profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota wajib
melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih
kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab untuk menentukan kompetensi masing
masing atau menilai apakah pendidikan, pedoman dan pertimbangan yang diperlukan
memadai untuk bertanggung jawab yang harus dipenuhinya)
6. Kerahasiaan
(Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama
melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi
tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional
atau hukum untuk mengungkapkannya. Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa
standar profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan bahwa
terdapat panduan mengenai sifat sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta
mengenai berbagai keadaan di mana informasi yang diperoleh selama melakukan
jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan. Anggota mempunyai kewajiban
untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang
diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan
berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa
berakhir)
7. Perilaku
Profesional (Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi
profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus
dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima
jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum)
8. Standar
Teknis (Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan
standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya
dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan
dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas
dan obyektivitas. Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati
anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.
Internasional Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan
perundang-undangan yang relevan)
2.
Tanggung Jawab Sosial (social
responsibility) Kantor Akuntan Publik sebagai Entitas Bisnis.
Tanggung jawab sosial suatu lembaga bukanlah
pemberian sumbangan atau pemberian layanan gratis. Tanggung jawab sosial kantor
akuntan publik meliputi ciri utama dari profesi akuntan publik terutama sikap altruisme,
yaitu mengutamakan kepentingan publik dan juga memperhatikan sesama akuntan
publik dibanding mengejar laba.
Milton Friedman memaparkan
tanggung jawab bisnis yang utama adalah menggunakan sumber daya dan mendesain
tindakan untuk meningkatkan laba sepanjang tetap mengikuti atau mematuhi aturan
permainan. Hal ini dapat dikatakan bahwa bisnis tidak seharusnya diwarnai oleh
penipuan dan kecurangan. Pada struktur utilitarian, melakukan aktivitas untuk
memenuhi kepentingan sendiri diperbolehkan. Untuk memenuhi kepentingan sendiri,
setiap orang memiliki cara yang berbeda-beda dan terkadang saling berbenturan
satu dengan yang lainnya. Menurut Smith mengejar kepentingan pribadi
diperbolehkan sepanjang tidak melanggar hukum dan keadilan atau kebenaran. Bisnis
harus diciptakan dan diorganisasikan dengan cara yang bermanfaat bagi
masyarakat.
Sebagai entitas bisnis
layaknya entitas-entitas bisnis lain, Kantor Akuntan Publik juga dituntut untuk
peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk uang dengan jalan
memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi yang artinya pada Kantor
Akuntan Publik juga dituntut akan suatu tanggung jawab sosial kepada
masyarakat. Namun, pada Kantor Akuntan Publik bentuk tanggung jawab sosial
suatu lembaga bukanlah pemberian sumbangan atau pemberian layanan gratis. Tapi
meliputi ciri utama dari profesi akuntan publik terutama sikap altruisme, yaitu
mengutamakan kepentingan publik dan juga memperhatikan sesama akuntan publik
dibanding mengejar laba.
3.
Krisis Dalam Profesi Akuntansi
Profesi akuntansi yang
krisis bahayanya adalah apabila tiap-tiap auditor atau attestor bertindak di
jalan yang salah, opini dan audit akan bersifat tidak berharga. Suatu
penggunaan untuk akuntan akan mengenakkan pajak preparers dan wartawan keuangan
tetapi fungsi audit yang menjadi jantungnya akuntansi akan memotong keluar dari
praktek untuk menyumbangkan hamper sia-sia penyalahgunaannya.
Perusahaan melakukan
pengawasan terhadap auditor-auditor yang sedang bekerja untuk melaksanakan
pengawasan intern, keuangan, administratif, penjualan, pengolahan data dan
fungsi pemasaran diantara orang banyak.
Akuntan publik merupakan
suatu wadah yang dapat menilai apakah laporan keuangan sudah sesuai dengan
prinsip-prinsip akuntansi ataupun audit. Perbedaan akuntan publik dengan
perusahaan jasa lainnya yaitu jasa yang diberikan oleh KAP akan digunakan
sebagai alat untuk membuat keputusan.
Kewajiban dari KAP yaitu
jasa yang diberikan dipakai untuk make decision atau memiliki tanggung jawab
sosial atas kegiatan usahanya.
Bagi akuntan berperilaku
etis akan berpengaruh terhadap citra KAP dan membangun kepercayaan masyarakat
serta akan memperlakukan klien dengan baik dan jujur, maka tidak hanya
meningkatkan pendapatannya tetapi juga memberi pengaruh positif bagi karyawan
KAP. Perilaku etis ini akan memberi manfaat yang lebih bagi manager KAP
dibanding bagi karyawan KAP yang lain. Kesenjangan yang terjadi adalah selain
melakukan audit juga melakukan konsultan, membuat laporan keuangan, menyiapkan
laporan pajak. Oleh karena itu terdapat kesenjangan diatara profesi akuntansi
dan keharusan profesi akuntansinya.
Maraknya kecurangan di
laporan keuangan, secara langsung maupun tidak langsung mengarah
pada profesi akuntan. Sederetan kecurangan telah terjadi baik diluar
maupun di Indonesia. Profesi akuntan saat ini tengah menghadapi
sorotan tajam terlebih setelah adanya sejumlah skandal akuntansi yang dilakukan
beberapa perusahaan dunia. Terungkapnya kasus manipulasi yang dilakukan
perusahaan Enron merupakan pemicu terjadinya krisis dalam
dunia profesi akuntan dan terungkapnya kasus-kasus manipulasi
akuntansi lainnya seperti kasus worldCom, Xerox Corp, dan Merek Corp. Dan di
Indonesia yaitu kasus Kimia Farma, PT Bank Lippo, dan ditambah lagi kasus
penolakan laporan keuangan PT. Telkom oleh SEC, semakin menambah daftar panjang
ketidak percayaan terhadap profesi akuntan.
Dalam hasil Kongres Akuntan
Sedunia (Word Congres Of Accountants “WCOA” ke-16 yang diselenggarakan di
Hongkong juga disimpulkan bahwa kredibilitas profesi akuntan sebagai fondasi
utama sedang dipertaruhkan. Sebagai fondasi utama,tanpa sebuah
kredibilitas profesi ini akan hancur. Hal ini disebabkan oleh beberapa
skandal terkait dengan profesi akuntan yang telah terjadi. Namun, Profesi
akuntan dapat saja mengatasi krisis ini dengan menempuh cara peningkatan
independensi, kredibilitas, dan kepercayaan masyarakat. Oleh karena itu
presiden International Federation of Accountants IFAC menghimbau agar para
akuntan mematuhi aturan profesi untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat agar
krisis profesi akuntan tidak lagi terjadi.
Regulasi Dalam Rangka Penegakan Etika Kantor
Akuntan Publik
Setiap orang yang melakukan tindakan yang tidak
etis maka perlu adanya penanganan terhadap tindakan tidak etis tersebut. Tetapi
jika pelanggaran serupa banyak dilakukan oleh anggota masyarakat atau
anggota profesi maka hal tersebut perlu dipertanyakan apakah aturan-aturan yang
berlaku masih perlu tetap dipertahankan atau dipertimbangkan untuk
dikembangkan dan disesuaikan dengan perubahan dan perkembangan lingkungan.
Secara umum kode etik berlaku untuk profesi
akuntan secara keselurahan kalau melihat kode etik akuntan Indonesia
isinya sebagian besar menyangkut profesi akuntan publik. Padahal IAI
mempunyai kompartemen akuntan pendidik, kompartemen akuntan manajemen
disamping kompartemen akuntan publik. Perlu dipikir kode etik yang
menyangkut akuntan manajemen, akuntan pendidik, akuntan negara (BPKP, BPK,
pajak).
Kasus yang sering terjadi dan menjadi berita
biasannya yang menyangkut akuntan publik. Kasus tersebut bagi masyarakat
sering diangap sebagai pelanggaran kode etik, padahal seringkali kasus
tersebut sebenarnya merupakan pelanggaran standar audit atau pelanggaran
terhadap SAK.
Terlepas dari hal tersebut diatas untuk dapat
melakukan penegakan terhadap kode etik ada beberapa hal yang harus
dilakukan dan sepertinya masih sejalan dengan salah satu kebijakan umum
pengurus IAI periode 1990 s/d 1994yaitu :
1) Penyempurnaan
kode etik yang ada penerbitan interprestasi atas kode etik yang ada baik
sebagai tanggapan atas kasus pengaduan maupun keluhan dari rekan
akuntan atau masyarakat umum. Hal ini sudah dilakukan mulai dari seminar
pemutakhiran kode etik IAI, hotel Daichi 15 juni 1994 di Jakarta dan
kongres ke-7 di Bandung dan masih terus dansedang dilakukan oleh pengurus
komite kode etik saat ini.
2) Proses peradilan baik
oleh badan pengawas profesi maupun dewan pertimbangan profesi dan tindak
lanjutnya (peringatan tertulis, pemberhentian sementara dan pemberhentian
sebagai anggota IAI).
3) Harus ada suatu bagian dalam IAI yang mengambil
inisiatif untuk mengajukan pengaduan baik kepada badan pengawasan profesi
atas pelanggaran kode etik meskipun tidak ada pengaduan dari pihak lain tetapi
menjadi perhatian dari masyarakat luas.
Di Indonesia, melalui
PPAJP – Dep. Keu., pemerintah melaksanakan regulasi yang bertujuan
melakukan pembinaan dan pengawasan terkait dengan penegakkan etika
terhadap kantor akuntan publik. Hal ini dilakukan sejalan
dengan regulasi yang dilakukan oleh asosiasi profesi terhadap
anggotanya. Perlu diketahui bahwa telah terjadi perubahan insitusional dalam
asosiasi profesi AP. Saat ini, asosiasi AP berada di bawah naungan
Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI). Sebelumnya asosiasi AP
merupakan bagian dari Institut Akuntan Indonesia (IAI), yaitu
Kompartemen Akuntan Publik.
Perkembangan terakhir dunia
internasional menunjukkan bahwa kewenangan pengaturan akuntan publik mulai
ditarik ke pihak pemerintah, dimulai dengan Amerika Serikat yang
membentuk Public Company Accounting Oversight Board (PCAOB). PCAOB
merupakan lembaga semi pemerintah yang dibentuk berdasarkan Sarbanes Oxley Act
2002. Hal ini terkait dengan turunnya kepercayaan masyarakat terhadap
lemahnya regulasi yang dilakukan oleh asosiasi profesi, terutama
sejak terjadinya kasus Enron dan Wordcom yang menyebabkan bangkrutnya Arthur
Andersen sebagai salah satu the Big-5, yaitu kantor akuntan publik besar
tingkat dunia. Sebelumnya, kewenangan asosiasi profesi sangat besar, antara
lain:
(i) pembuatan standar
akuntansi dan standar audit;
(ii) pemeriksaan terhadap kertas
kerja audit; dan
(iii) pemberian sanksi.
Dengan kewenangan asosiasi
yang demikian luas, diperkirakan bahwa asosiasi profesi dapat bertindak kurang
independen jika terkait dengan kepentingan anggotanya. Berkaitan dengan
perkembangan tersebut, pemerintah Indonesia melalui Rancangan Undang-Undang tentang Akuntan Publik (Draft
RUU AP, Depkeu, 2006) menarik kewenangan pengawasan dan pembinaan ke tangan
Menteri Keuangan, disamping tetap melimpahkan beberapa kewenangan kepada
asosiasi profesi.
Dalam RUU AP
tersebut, regulasi terhadap akuntan publik diperketat
disertai dengan usulan penerapan sanksi disiplin berat dan denda administratif
yang besar, terutama dalam hal pelanggaran penerapan Standar
Profesional Akuntan Publik (SPAP). Di samping itu ditambahkan
pula sanksi pidana kepada akuntan publik palsu (atau orang yang
mengaku sebagai akuntan publik) dan
kepada akuntan publik yang melanggar penerapan SPAP.
Seluruh regulasi tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas
pelaporan keuangan, meningkatkan kepercayaan publik serta melindungi
kepentingan publik melalui peningkatan independensi auditor dan
kualitas audit.
Berikut ini adalah pembahasan tentang
bagaimana perkermbangan terakhir dalam etika bisnis dan profesi. Menurut
para ahli etika tidak lain adalah aturan perilaku, adat pergaulan manusia dalam
pergaulan antar sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang
buruk. Kata Etika sendiri berasal dari kata “ETHOS” dari
bangsa Yunani yang memiliki arti nilai – nilai, norma – norma, kaidah dan
ukuran bagi tingkah laku manusia yang baik, seperti yang didefinisikan oleh
bebrapa ahli sebagai berikut :
§ Drs. O.P Simorangkir
Etika
atau etik sebagai pandangan manusia dalam berperilaku menurut ukuran dan nilai
yang
Baik§ Drs. Sidi. Gajalba dan
Sistematika filsafat
Etika
adalah teori tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik
dan buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal
§ Drs. H. Burhanudin Salam
Cabang
filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan perilaku
manusia dalam hidupnya.
Perkembangan Etika tersebut sudah melewati
beberapa fase, yaitu :
1.Etika Teologis
Pada perkembangan generasi pengertian
pertama, semua sistem etika berasal dari sistem ajaran agama.Semua agama mempunyai ajaran-ajarannya
sendiri-sendiri tentang nilai-nilai, sikap, dan perilaku yang baik dan buruk
sebagai pegangan hidup bagi para penganutnya.Karena itu, ajaran etika
menyangkut pesan-pesan utama misi keagamaan semua agama, dan semua tokoh agama
atau ulama, pendeta, rahib, monk, dan semua pemimpin agama akrab dengan ajaran
etika itu.Semua rumah ibadah diisi dengan khutbah-khutbah
tentang ajaran moral dan etika keagamaan masing-masing.
Bagi agama-agama yang mempunyai kitab suci,
maka materi utama kitab-kitab suci itu juga adalah soal-soal yang berkaitan
dengan etika.Karena itu, perbincangan mengenai etika seringkali memang tidak
dapat dilepas dari ajaran-ajaran agama. Bahkan dalam Islam dikatakan oleh nabi
Muhammad saw bahwa “Tidaklah aku diutus menjadi Rasul kecuali untuk tujuan
memperbaiki akhlaq manusia”. Inilah misi utama kenabian Muhammad saw.
2.Etika Ontologis
Dalam perkembangan kedua, sistem etika itu
lama kelamaan juga dijadikan oleh para filosof dan agamawan sebagai objek
kajian ilmiah.Karena filsafat manusia sangat berkembang pembahasannya mengenai
soal-soal etika dan perilaku manusia ini.Karena itu, pada tingkat perkembangan
pengertian yang kedua, etika itu dapat dikatakan dilihat sebagai objek kajian
ilmiah, objek kajian filsafat.Inilah yang saya namakan sebagai tahap
perkembangan yang bersifat ontologis.Etika yang
semula hanya dilihat sebagai doktrin-doktrin ajaran agama, dikembangkan menjadi
‘ethics’ dalam pengertian sebagai ilmu yang mempelajari sistem ajaran moral.
3.Etika Positivist
Dalam perkembangan selanjutnya, setidaknya
dimulai pada permulaan abad ke 20, orang mulai berpikir bahwa sistem etika itu tidak
cukup hanya dikaji dan dikhutbahkan secara abstrak dan bersifat umum, tetapi
diidealkan agar ditulis secara konkrit dan bersifat operasional. Kesadaran
mengenai pentingnya penulisan dalam suatu bentuk kodifikasi ini dapat
dibandingkan dengan perkembangan sejarah yang pernah dialami oleh sistem hukum
pada abad ke-10 di zaman khalifah Harun Al-Rasyid atau dengan muncul pandangan
filsafat Posivisme Auguste Comte pada abad ke 18 yang turut mempengaruhi
pengertian modern tentang hukum positif.
Dalam perkembangan generasi ketiga ini, mulai
diidealkan terbentuknya sistem kode etika di pelbagai bidang organisasi profesi
dan organisasi-organisasi publik. Bahkan sejak lama sudah banyak di antara
organisasi-organisasi kemasyarakatan ataupun organisasi-organisasi profesi di
Indonesia sendiri, seperti Ikatan Dokter Indonesia, dan lain-lain yang sudah
sejak dulu mempunyai naskah Kode Etik Profesi. Dewasa ini, semua partai politik
juga mempunyai kode etik kepengurusan dan keanggotaan.Pegawai Negeri Sipil juga
memiliki kode etika PNS.Inilah taraf perkembangan positivist tentang sistem
etika dalam kehidupan publik.Namun, hampir
semua kode etik yang dikenal dewasa ini, hanya bersifat proforma.Adanya dan
tiadanya tidak ada bedanya.Karena itu, sekarang tiba saatnya berkembang
kesadaran baru bahwa kode etika-kode etika yang sudah ada itu harus dijalankan
dan ditegakkan sebagaimana mestinya.
4.Etika Fungsional Tertutup
Tahap perkembangan generasi pengertian etika
yang terakhir itulah yang saya namakan sebagai tahap fungsional, yaitu bahwa
infra-struktur kode etika itu disadari harus difungsikan dan ditegakkan dengan
sebaik-baiknya dalam praktik kehidupan bersama. Untuk itu, diperlukan
infra-struktur yang mencakup instrumen aturan kode etik dan perangkat
kelembagaan penegaknya, sehingga sistem etika itu dapat diharapkan benar-benar
bersifat fungsional. Dimana-mana di seluruh dunia, mulai muncul kesadaran yang
luas untuk membangun infra struktur etik ini di lingkungan jabatan-jabatan
publik. Bahkan pada tahun 1996, Sidang Umum PBB merekomendasikan agar semua
negara anggota membangun apa yang dinamakan “ethics infra-structure in public
offices” yang mencakup pengertian kode etik dan lembaga penegak kode etik.
Itu juga sebabnya maka di Eropa, di Amerika,
dan negara-negara lain di seluruh penjuru dunia mengembangkan sistem kode etik
dan komisi penegak kode etik itu. Tidak terkecuali kita di Indonesia juga
mengadopsi ide itu dengan membentuk Komisi Yudisial yang dirumuskan dalam Pasal
24B UUD 1945 dalam rangka Perubahan Ketiga UUD 1945 pada tahun 2001. Bersamaan
dengan itu, kita juga membentuk Badan Kehormatan DPR, dan Badan Kehormatan DPD,
dan lain-lain untuk maksud membangun sistem etika bernegara. Pada tahun 2001,
MPR-RI juga mengesahkan Ketetapan MPR No. VI Tahun 2001 tentang Etika Kehidupan
Berbangsa.
5.Etika Fungsional Terbuka
Namun demikian, menurut Ketua Dewan
Kehormatan Penyelenggara Pemilu 2012-2017 ini, semua infra-struktur kode etik
dan sistem kelembagaan penegakan etika tersebut di atas dapat dikatakan sama
sekali belum dikonstruksikan sebagai suatu sistem peradilan etika yang bersifat
independen dan terbuka sebagaimana layaknya sistem peradilan modern. Persoalan
etika untuk sebagian masih dipandang sebagai masalah private yang tidak
semestinya diperiksa secara terbuka. Karena itu, semua lembaga atau majelis
penegak kode etika selalu bekerja secara tertutup dan dianggap sebagai
mekanisme kerja yang bersifat internal di tiap-tiap organisasi atau lingkungan
jabatan-jabatan publik yang terkait. Keseluruhan proses penegakan etika itu
selama ini memang tidak dan belum didesain sebagai suatu proses peradilan yang
bersifat independen dan terbuka.
Etika dalam dunia bisnis diperlukan untuk
menjaga hubungan baik dan fairness dalam dunia bisnis. Etika bisnis mencapai
status ilmiah dan akademis dengan identitas sendiri, pertama kali timbul di
amerika srikat pada tahun 1970-an. Untuk memahami perkembangan etika
bisnis De George membedakannya kepada lima periode
1. Situasi Dahulu
Pada awal sejarah filsafat, Plato,
Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya
mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan membahas bagaimana
kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur. Pada masa ini masalah moral
disekitar ekonomi dan bisnis disoroti dari sudut pandang teologi.
2. Masa Peralihan: tahun 1960-an
pada saat ini terjadi perkembangan baru yang
dapat disebut sbagai prsiapan langsung bagi timbulnya etika bisnis. Ditandai
pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi
mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan terhadap establishment (kemapanan)..
Pada saat ini juga timbul anti konsumerisme. Hal ini memberi perhatian pada
dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan memasukan mata kuliah baru
ke dalam kurikulum dengan nama busines and society and coorporate sosial
responsibility, walaupun masih menggunakan pendekatan keilmuan yang beragam
minus etika filosofis.
3. Etika Bisnis Lahir di AS: tahun 1970-an
terdapat dua faktor yang mendorong kelahiran
etika bisnis pada tahun 1970-an yaitu:
sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis
terjadinya krisis moral yang dialami oleh dunia bisnis.Pada saat ini mereka bekerja sama khususnya dengan ahli ekonomi dan manejemen dalam meneruskan tendensi etika terapan. Norman E. Bowie menyebutkan bahwa kelahiran etika bisnis ini disebabkan adanya kerjasama interdisipliner, yaitu pada konferesi perdana tentang etika bisnis yang diselanggarakan di universitas Kansas oleh philosophi Departemen bersama colledge of business pada bulan November 1974.
sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis
terjadinya krisis moral yang dialami oleh dunia bisnis.Pada saat ini mereka bekerja sama khususnya dengan ahli ekonomi dan manejemen dalam meneruskan tendensi etika terapan. Norman E. Bowie menyebutkan bahwa kelahiran etika bisnis ini disebabkan adanya kerjasama interdisipliner, yaitu pada konferesi perdana tentang etika bisnis yang diselanggarakan di universitas Kansas oleh philosophi Departemen bersama colledge of business pada bulan November 1974.
4.
Etika
Bisnis Meluas ke Eropa: tahun 1980-an
di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu
baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun kemudian. Hal ini pertama-tama
ditandai dengan semakin banyaknya perguruan tinggi di Eropa Barat yang
mencantumkan mata kuliah etika bisnis. Pada taun1987 didirkan pula European
Ethics Nwork (EBEN) yang bertujuan menjadi forum pertemuan antara akademisi
dari universitas, sekolah bisnis, para pengusaha dan wakil-wakil dari
organisasi nasional dan nternasional.
5. Etika Bisnis menjadi Fenomena Global: tahun 1990-an
Etika bisnis telah hadir di Amerika Latin ,
ASIA, Eropa Timur dan kawasan dunia lainnya. Di Jepang yang aktif melakukan
kajian etika bisnis adalah institute of moralogy pada universitas Reitaku di
Kashiwa-Shi. Di india etika bisnis dipraktekan oleh manajemen center of human
values yang didirikan oleh dewan direksi dari indian institute of manajemen di
Kalkutta tahun 1992. Telah didirikan International Society for Business,
Economics, and Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo.
Di indonesia sendiri pada beberapa perguruan
tinggi terutama pada program pascasarjana telah diajarkan mata kuliah etika
bisnis. Selain itu bermunculan pula organisasi-organisasi yang melakukan
pengkajian khusus tentang etika bisnis misalnya lembaga studi dan pengembangan etika
usaha indonesia (LSPEU Indonesia) di jakarta.
Sumber
:
Buku pengantar etika bisnis :prof. Dr.kees
bertens, MSC
Isnanto, R.
Rizal. 2009. Buku ajar etika profesi. Semarang: Universitas
diponegoro
diponegoro
Hermana, Dr.
Budi. 2009. Etika dan Profesionalisme dalam Teknik sistem komputer/Informasi.
Qohar, Drs.
H Adnan. 2012. Jurnal pengertian etika dan profesi hukum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar